PANCASILA ADALAH IDENTITAS DAN JIWA BANGSA DAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA dan
BAPAK PENDIRI BANGSA BUNG KARNO
Tahun ini, 2005, adalah tahun Republik Indonesia mencapai usia 60
tahun. Menjelang hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, 17 Agustus
1945, kiranya adalah pada tempatnya mengenangkan kembali, memikirkan
kembali, mengadakan penelitian kembali sekitar Republik Indonesia:
lahir, tumbuh dan perkembangan serta pengkonsolidasiannya. Tidaklah
terlalu pagi memulai penulisan seperti itu. Maksudnya tidak lain untuk
menarik pelajaran dari pengalaman sendiri dan menatap ke depan dengan
sikap dan semangat “berfikir positif” dan dengan pandangan optimisme.
Sesuai pemikiran tsb diatas, punya arti penting pernyataan baru-baru
ini oleh salah seorang tokoh nasional, juga dianggap “sesepuh”, mantan
Sekjen Konferensi Asia-Arika di Bandung (1955): Roeslan Abdoelgani.
Berkenaan dengan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni yang lalu, beliau
menyatakan, bahwa, Pancasila (adalah) sebagai ruh dan ideologi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai saat ini masih sangat
relevan dan dibutuhkan untuk membangun bangsa yang bermartabat dan
punya harga diri di mata dunia. Sehubungan dengan ini Cak Rus
(panggilan akrab Roeslan Abgdoelgani) mengutip kata-kata Bung Karno
penggali Pancasila, sbb: “Bangsa ini akan mengalami kesulitan besar
kalau ideologi Pancasila ditinggalkan”.
Pancasila (Alhamdulillah) sudah dipakukan di dalam UUD Negara, sebagai
dasar falsafah negara Republik Indonesia. Syukur sampai sekarang
bangsa ini masih berdiri tegak sebagai nasion, — tanpa sedikitpun
menutup mata, tanpa meremehkan berbagai tantangan dan kesulitan maupun
rintangan yang dihadapinya dari luar maupun dari dalam. Yang merupakan
masalah serius ialah bagaimana Pancasila diinterpretasi, bagaimana
pelaksanaannya dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial-budaya
bangsa. ORBA, para sejarawan dan pakar yang mendukung ORBA, tidak
tanggung-tanggung berusaha untuk mensalahtafsirkan, memutarbalikkan
makna sesungguhnya Pancasila. Untuk itu mereka merekayasa dan memulas
fakta-fakta sejarah sekitar lahirnya Pancasila. Mereka bahkan
menyalahgunakan Pancasila untuk memberangus hak-hak demokrasi dan
menginjak-injak HAM. Pancasila mereka gunakan untuk membenarkan
penyerobotan kekuasaan negara dari tangan penggali Pancasila itu sendiri.
Jalan terbaik dalam memahami makna dan tujuan Pancasila, adalah
memulainya dengan membaca dan mengkaji sendiri tulisan penggalinya,
karya politik klasik: LAHIRNYA PANCASILA, pidato Bung Karno di muka
Panitia Persiapan Kemerdekaan, 1 Juni 1945.
Yang tidak kurang serius, bahkan yang teramat serius, ialah bahwa Orba
dengan sewenang-wenang menyalahgunakan Pancasila untuk memaksa bangsa
ini BERFIKIR SERAGAM. Manusia Indonesia hanya dibolehkan berfikir
menurut pola berfikir penguasa. Menjadikan bangsa ini bangsa yang
paling dungu. Yang beranggapan kebenaran itu hanya ada pada penguasa,
pada pemerintah, pada para elite, para “bapak-bapak” pemimpin. Suatu
hal yang tidak mungkin tercapai. Kalaupun berhasil itu hanya bisa
berlaku untuk waktu tertentu saja. Dalam hal ini 32 tahun periode
ORBA. Tidak mungkin berhasil dalam waktu panjang, karena fikiran tsb
berasal dari ideologi fasisme. Gerakan Reformasi dan Demokratisasi
telah berhasil mendobrak pola berfikir seperti itu, tetapi belum
tuntas. Terutama kalangan generasi muda dalam jumlah besar telah
meninggalkan pola berfikir seperti itu. Namun, disebabkan belum
konsisten dan belum mendalamnya gerakan Reformasi dan Demokratisasi,
sampai dewasa ini pola baerfikir semacam itu masih besarang pada para
elite; pada kebanyakan pemimpin, baik dalam badan-badan eksekutif,
legeslatif ataupun judikatif; baik dalam birokrasi maupun aparat
kekuasaan negara.
Salah satu masalah yang masih terus didiskusikan dan diseminarkan,
dipelajari kembali dan dianalisis atas dasar fakta-fakta, adalah
masalah PELURUSAN SEJARAH. Membicarakan kembali dengan maksud
memperdalam dan akhirnya mentuntaskan masalah PULURUSAN SEJARAH bangsa
kita terutama selama periode kemerdekaan, adalah sesuai dengan maksud
memperingati HARI KEMERDEKAAN. Maka, adalah menarik apa yang ditulis
oleh sejarawan, Peneliti Utama LIPI, Dr. Asvi Warman Adam pada tanggal
2 Juni y.l. (Jawa Pos), dalam artikel berjudul SUKARNO MENGGUGAT
SEJARAH. Tulisan itu semacam resensi tentang buku “REVOLSUI BELUM
SELESAI”, suatu ‘Kumpulan pidato Bung Karno’ sebanyak 61 buah sejak
1965 s/d 1967, yang berasal dari Arsip Nasional RI. Buku itu
diterbitkan oleh Mesiass, Semarang. Jumlah keseluruhan pidato Bung
Karno pada periode tsb adalah 103 buah. Oleh penerbit tidak
diterbitkan semua, karena keterbatasan dana dan ruangan.
Aswi Adam menilai bahwa pidato-pidato Bung Karno itu memberi
sumbangan signifikan untuk pelurusan sejarah awal Orde Baru. Sebagian
terbesar rakyat Indonesia selama lebih 32 tahun Orba, tidak pernah
mengetahui adanya pidato-pidato Presiden Sukarno yang begitu krusial
dan teramat penting dalam sejarah Indonesia.
Pada saat-saat situasi politik Indonesia bergejolak sedemikian rupa
drastis, dramatis dan tragisnya, bangsa dan negeri ini tidak
mengetahui apa petunjuk, wejangan dan arah yang diberikan oleh kepala
negara dan kepala pemerintahan Presiden RI Sukarno. Betapa tidak
tragis dan dramatis misalnya nasib “Surat Perintah Sebelas Maret”
(SUPERSEMAR) yang ditandatangani Presiden Sukarno, suatu surat
perintah yang disampaikan oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintah dan
Panglima Tertinggi ABRI, untuk mendukung dan membela instruksi,
kewibawaan dan ajaran-ajaran Bung Karno. Nyatanya dokumen penting ini
telah disulap-salahgunakan oleh Jendral Suharto menjadi surat
pengesahan perebutan kekuasaan negara. “Supersmar”, yang hitam diatas
putih menyatakan bahwa ia dimaksudkan untuk membela kewibawaan
Presiden Sukarno, demi ketertiban dan keamanan, justru digunakan untuk
mensahkan dan melegitimasi pembunuhan lebih sejuta rakyat tidak
bersalah, sebagai awal pelikwidasian dukungan dan pengaruh Bung Karno
di kalangan rakyat.
Tidak berkelebihan untuk mengatakan, — kalau ada pengkhianatan dalam
sejarah Republik Indonesia, maka, tindakan perebutan kekuasaan negara
oleh Jendral Suharto dengan menyalahgunakan SUPERSEMAR adalah
pengkhiantan yang paling besar dan paling keji, tiada ada taranya.
Membicarakan perjalanan hidup Republik Indonesia, lahir dan
perjuangannya, tidak mungkin terlepas dari pembicaraan mengenai Bung
Karno, salah seorang tokoh utama dari para “founding fathers of our
nation”.
Perjuangan panjang bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan dan
menegakkan negara sendiri yang setara sejajar dengan negara-negara
merdeka lainnya di dunia ini, bertalian erat sekali dengan perjuangan
untuk membangun nasion, membangun puluhan sukubangsa kita menjadi
satu bangsa, satu nasion yang punya kesadaran identitas sebagai bangsa
Indonesia, sebagai suatu nasion yang bukan saja punya identitas
nasional, tetapi juga punya hargadiri sebagai nasion.
Disinilah sumbangan tak terhingga yang telah diberikan oleh Bung Karno
terhadap usaha besar ini. Membangun nasion Indonesia adalah dasar yang
paling kokoh, adalah persiapan yang paling fundamental menuju
Indonesia Merdeka. Tidak sekali dua Bung Karno menekankan betapa
pentingnya membangun kesadaran berbangsa, dan semangat bangga sebagai
bangsa Indonesia. Sehubungan ini Aswi Adam menulis sbb: Dia (Presiden
Sukarno) mengungkapkan bahwa Tugu Nasional (kini dikenal sebagai
Monas, Monumen Nasional) dibangun bukanlah dengan bujet negara,
melainkan dari sumbangan pengusaha, sumbangan dari ekspor kopra, dan
sumbangan pada karcis bioskop. Kepada mahasiswa yang mengecam, “Tidak
perlu monumen, yang perlu beras”, Soekarno membalas, “Monumen itu
celana. Celana bagi bangsa yang sedang melakukan revolusi. Makanan
jiwa agar rakyat berkobar semangatnya. Manusia tidak hidup dari roti
dan nasi thok.” Betapa Bung Karno menekankan arti penting dari
semangat berbangsa, semangat kebangsaan yang berkobar.
Satu hal lagi yang tidak boleh dibiarkan, pada saat kita memikirkan
kembali peristiwa-peristiwa sekitar Revolusi Kemerdekaan dan tegaknya
Republik Indonesia, untuk menarik pelajaran sebaik-baiknya, ialah,
fikiran yang melecehkan perjuangan bangsa sendiri. Ini termanifestasi
dalam “analisis” yang menyimpulkan bahwa kemenangan bangsa kita dalam
perjuangan melawan agresi militer 1 dan 2 pada tahun-tahun perjuangan
kemerdekaan, b u k a n disebabkan oleh perjuangan bangsa kita
sendiri. Pendapat atau “analisis” tsb mengklaim bahwa agresi 1 dan 2
Belanda itu bukan digagalkan oleh perjuangan bangsa kita, — kesediaan
Belanda untuk menghentikan agresinya terhadap RI yang akhirnya mau
“mengembalikan daerah Republik Indonesia”, bersedia melakukan
perundingan KMB dan bersedia meninggalkan Indonesia, itu semua
disebabkan oleh TEKANAN AMERIKA SERIKAT atas Belanda. Dengan
demikian, menurut “analisis” tsb adalah berkat Amerika Serikat, maka
kita berhasil mengalahkan kolonialisme Belanda. Suatu fikiran yang
teramat keliru dan samasekali tidak didukung oleh fakta-fakta sejarah
perjuangan kita sendiri.
Kemerdekaan yang telah kita capai serta mendapat pengakuan
internasional, pertama-tama disebabkan oleh hasil perjuangan bangsa
kita sendiri. Kenyataan ini tampaknya masih ada yang meragukannya.
Bahkan menyanggahnya.
Mari buka kembali catatan dan dokumentasi sejarah bangsa kita, yang
ada di dalam maupun diluar negeri. Dari situ akan jelas bahwa
perjuangan kita, sebagai bangsa Indonesia, sebagai suatu nasion, sudah
dimulai jauh ke belakang, yaitu paling tidak sejak permulaan abad
keduapuluh. Menjadi lebih kongkrit sejak deklarasi Sumpah Pemuda 20
Mei 1928. Sebelum dan sesudahnya bangsa kita sudah melakukan
perjuangan dan menderita pengorbanan yang tidak kecil akibat
penindasan oleh aparat kolonial Belanda. Ada yang suratkabarnya
diberangus, ada yang parpolnya dilarang, banyak yang ditangkap,
dipenjarakan, dibuang ke Banda, Bengkulu dan Boven Digoel (Papua); ada
pula yang dibuang ke luarnegeri. Sungguh tidak sedikit pengorbanan
perjuangan nasional kita. Ketika atas nama bangsa Indonesia Bung Karno
dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, segera kita
dihadapkan pada kekuatan bersenjata Jepang, Inggris kemudian Belanda.
Siapa yang tidak ingat akan pertempuran-pertumparan gagah berani
pasukan bersenjata Indonesia melawan tentara Jepang, Inggris dan
Belanda di Ambarawa, Surabaya, Jakarta, Bandung, Krawang, Jogyakarta
dan di banyak tempat lainnya. Melalui pertempuran-pertempuran tsb
lahirlah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang baerkembang menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), kemudian
akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).Perjuangan
bersenjata rakyat kita itu tidak akan berhasil bila tidak dipadukan
dengan perjuangan di bidang diplomasi, yang pada periode baru
berdirinya Republik Indonesia sudah mendapat pengakuan dari
negeri-negeri Sosialis seperti Ukraina, Tjekoslowakia dan kemudian Uni
Sovyet. Juga dukungan dan pengakuan dari negeri-negeri Arab yang
berpenduduk mayoritas Islam seperti Mesir, Syria dll. Juga dukungan
dan pengakuan India punya peranan penting memperkokoh kedudukan
internasional Republik Indonesia.
Adalah perpaduan dua cara perjuangan yang dilakukan oleh Republik
Indonesia, yaitu perang rakyat semesta dengan TNI (dengan segala
kekurangan-kekurangannya) sebagai kekuatan terbesar (juga dengan
turursertanya kekuatan bersenjata yang masih ada di bawah pengaruh
kekuatan politik Kiri, meskipun sudah menderita pukulan dalam
Peristiwa Madiun) — yang dipadukan dengan perjuangan pandai dibidang
diplomasi di dunia internasional, —- itulah yang memaksa Belanda
mengakui kenyataan bahwa mereka tidak bisa bertahan terus di
Indonesia, meskipun setelah agresi Belanda yang kedua, kebanyakan
kota-kota besar Indonesia, kecuali di Aceh, diduduki oleh Belanda.
Politik bumi hangus Indonesia juga memainkan peranan penting.
Maka adalah perjuangan kita sendiri, yang membikin AS yang terpancang
dengan kesibukan “Perang Dingin”, terbuka matanya, menjadi ketakutan,
jangan-jangan Indonesia nantinya jatuh di bawah pengarub blok Komunis,
maka Amerika mengambil prakarsa menekan Belanda untuk berunding dengan
Republik Indonesia dan kemudian meninggalkan Indonesia.
Jelas bukanlah berkat AS maka Belanda meninggalkan Indonesia dan
kemerdekaan kita diakui oleh dunia internasional. Kemerdekaan Republik
Indonesia, membelanya dan memperkokohnya, itu adalah berkat perjuangan
kita sendiri, dengan dukungan dan soldaritas iternasional ***
Like this:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar