KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah
melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat
agar dapat mengikuti ujian nasional (UNS) dengan Judul “KORUPSI MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA”, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh
penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada
kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Sampang. 26-November-2012
Penulis
ii
DAFTAR
ISI
SAMPUL..............................................................................................................
|
i
|
KATA
PENGANTAR.........................................................................................
|
ii
|
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
|
iii
|
BAB
I...................................................................................................................
|
1
|
PENDAHULUAN...............................................................................................
|
1
|
A
Latar Belakang…………………………………………………...
|
1
|
B
Permasalahan ……………………………………………………
|
1
|
BAB II.................................................................................................................
|
2
|
PEMBAHASAN.................................................................................................
|
2
|
1. Makna Tindak Pidana Korupsi…....…………………………………
|
2
|
2. Korupsi dan Politik Hukum
Ekonomi……………………………….
|
3
|
3. Korupsi dan
Desentralisasi…………………………………………..
|
6
|
4. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi……………....
|
8
|
BAB 111..............................................................................................................
|
9
|
PENUTUP...........................................................................................................
|
10
|
KESIMPULAN………………………………………………………………...
|
10
|
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
|
11
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Perundang – Undangan
merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan
senabagai Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tebah pilih.
Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak
pemerintah dalam menangani kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para pejabat Negara menjadikan kasus
korupsi dijadikan senjata ampuh dalam pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti
korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil
manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan
senjata ampuh para koruptor untuk menghindar dari tuntutan. Kasus korupsi
mantan Presiden Suharto, contoh kasus korupsi yang yang tak kunjung memperoleh
titik penyelesaian. Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto dan
kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu mentimulus
program pembangunan ekonomi di Indonesia.
B. Permasalahan
- Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
- Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
- Bagaimana Mutiplier effec bagu efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting:
The Elemen of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan
permasalahan global yang harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik
korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, dictator yang
meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam
system social politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah
berarti dalam system social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang
terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak
asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dleter Frish, mantan Direktur
Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk
barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar
kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas an
keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi selalu
menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak
asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering
melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan
bisnis, sulit diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh
karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit
diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan
perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi
sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto,
Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi
bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini
barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan
nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak
baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah
diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara gambling dan
jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
B. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalan mendesak
yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat.
Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa
baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan
model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan
“kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”, merupakan kebijakan
pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan
dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu
bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa
Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal
praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik
Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit
Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat
melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup
oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi
pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto,
membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus
dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang
“Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi
senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah
sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang
lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi
tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang
diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami
pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi
social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia
praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Pertama,
karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan
utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang.
Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro
prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi
politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat.
Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public, bukan prioritas dan
orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak di Indonesia, justru
memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah
korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap
menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan
moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di
pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka
(anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah
“berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi
rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada
anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada
konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka
ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social
sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak kembangkannya
keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil,
atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para
filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara
empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam
berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih dengan
selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric
kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi
masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah
orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat
banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau
miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup
maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang.
Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi
dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para
cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia.
Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya alam
kepada perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah
terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi kepentingan
politik dan pribadi maupun Kelompoknya.
C. Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah
merupakan perubahan paling mencolok Setelah reformasi digulirkan.
Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan
desentralisasi terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia.
Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah
terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota
legislative daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah
mengakar dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah
menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun juga sering
membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya
penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang dibuat
dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang
korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, inpestor
menahan diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi
biaya rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena Lapangan
pekerjaan menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat
boro-boro memacu PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi
daerah. Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor
social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga kerjaan
hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD)
menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini pemerintah daerah
sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal ini berarti birokrasi
menjadi penghambat utama bagi infestasi yang menyebabkan munculnya Haighcost
economy yang beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang
berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau
otonomi daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja
dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun,
pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi social
politik dominant menjadi hambatan bagi tumbuhnya di daerah.
Pada 2005 banyak daerah banyak
melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada secara langsung yang menyebabkan
instabilitasi politik di daerah yang membuat enggan para inspector untuk
menanam modalnya di daerah. Dalam situasi politik ini, inspector local memilih
modalnya kepada ekspestasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon
Kepala daerah tertentu dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan
menstimulus pembangunan ekonomi. Justru hanya akan meperbesar pengeluaran
pemerintah (Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan
prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran
pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi
pengeluaran pemerintah karena untuk meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau
pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai
Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik
tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang
menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi tersebut
akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak daerah adalah
pembangunan ekonomi daerah dengan menarik infestasi daerah yang
sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta
jangka Waktu pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari prektek
korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah
pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.
D. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi,
korupsi juga menghamabt pengembangan system pemerintahan demokratis. Korusi
Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok, yang
mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat
kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas hidup yang
lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia.
Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi
integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan system tanggung
gugat dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas
undang-undang, yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan
masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan
merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatip tidak lagi menjadi hamba
penguasa. Namun memiliki ruang kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan
dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin seluruh pihak
untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini sangat
mudah dituliskan atau dikatakan dari pada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan
waktui yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar. Bangunan integritas
nasional yang melakukan tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan
tindakan korupsi sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang
sedikit.
Kedua, hal yang paling sulit dan punda mental
dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan
politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan sekedar kemauan
para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam ranah politik. Namun, ada
yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang
termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sasial
masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau sastra social.
Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya
diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk mengelola dan bertanggung jawab untuk
merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang
demokratis, para politis dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat
sipil. Artinya kecerdasan social politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa
para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi.
Masyarakat sipil yang cerdas secara social politik akan memilih pimpinan
(politis) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan
diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih
baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara social politik pula
pilar-pilar peradilan dan media massa dapat di awasi sehingga membentuk
integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas Nasional
berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka
pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan
mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang
potensial.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Merangfkai kata untuk perubahan memang
mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan
kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi
yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna di
Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah yang tidak pernah tepat
Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”. Pemberantasan
korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik
simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi
dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi
di Indonesia. Tidak mudah memang.
DAFTAR PUSTAKA
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “Politik Hukum UU
Bidang Ekonomi di Indonesia” MPKP, FE,UI.
Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi
Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of
National Integrity System”. Transparency International, 2000.
Robet A Simanjuntak, “Implementasi Desentralisasi Fiskal:
Problem, Prospek, dan Kebijakan”. LPEM UI, 2003.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah .
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
0 komentar:
Posting Komentar